Menulis sebagai Kekuatan Mengendalikan Emosi Diri
Dr. James W. Pennebaker pernah melakukan riset terhadap
sejumlah mahasiswa di beberapa tempat di Amerika dengan terapi
menuliskan pengalaman traumatis mereka.
Sebagian besar hasil tulisan adalah kisah penganiayaan anak, perkosaan,
konflik keluarga, percobaan bunuh diri, dan sejenisnya. Setelah riset itu, Pennebaker menyimpulkan
bahwa orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang
pengalaman traumatis menunjukkan pengingkatan kekebalan tubuh dibandingkan
dengan orang-orang yang menuliskan
masalah yang remeh (Hernowo,2003:30).
Selain melalui terapi menulis, Dr. Pennebaker pun
menerapi pasiennya dengan terapi berbicara.
Hasil yang diperoleh memang tidak jauh berbeda. Pasien merasa kelegaan luar biasa setelah
melakukan terapi. Namun, jelas antara
terapi menulis dan berbicara ada perbedaannya.
Jika dalam terapi menulis pasien cukup membutuhkan pensil, kertas dan
tempat sunyi untuk menulis, dalam terapi berbicara pasien membutuhkan tape
recorder dan suara keras untuk mengeluarkan emosinya. Perbedaan lainnya adalah terapi menulis lebih mampu mengeluarkan
ganjalan emosi sekecil apa pun.
Emosi
menurut KBBI adalah (1) luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu
singkat dan (2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti
kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan) atau juga diartikan sebagai
kecerderungan yang bersifat subjektif.
Menulis dengan mengalirkan emosi yang dipendam berarti mengikat makna
dan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang ke dalam tulisan.
Tulisan yang lahir dari gagasan berupa luapan emosi ini
tentu saja bukanlah tulisan yang telah tertata.
Karena pada hakikatnya tujuan menulis seperti ini adalah untuk
mengeluarkan emosi negatif dalam diri.
Pada
awalnya, siapa pun harus memulai tulisan dengan sesuatu yang didasarkan pada
pengalamannya. Untuk mencerdaskan
keterampilan menulisnya, seseorang harus mengikuti saran dari Dr. Pennebaker
tadi, dengan mengeluarkan sisi kehidupan traumatisnya dalam bentuk tulisan
emosional.
Konsep
menulis dengan meluapkan emosi tadi dalam buku “Quantum Writing” disebut dengan
menulis untuk diri sendiri (2003:59-81).
Konsep menulis untuk diri sendiri dapat tertuangkan melalui sebuah media
yang disebut dengan catatan harian atau diary. Secara tidak sadar orang yang sering
melakukan terapi menulis diary akan
terbiasa menata emosi dan keterampilan menulisnya. Sebagian besar isi tulisan dalam diary
biasanya berupa pengalaman buruk atau traumatis. Oleh karena itu, setelah melakukan terapi
menulis untuk diri sendiri, seseorang akan terbebas dari beban trauma yang
dimilikinya seperti pendapat Dr.
Pennebaker bahwa ‘...menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang
trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan
yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik’ (Hernowo,2003:38).
Selain
melalui media diary, terapi
menulis pun dapat melalui media surat.
Penelitian ini menerapi siswa Sekolah Dasar dengan menuliskan pengalaman,
cita-cita serta harapannya dalam secarik surat.
Dalam sehelai surat, selain siswa menulis untuk diri sendiri berdasarkan
pengalaman yang dimilikinya, siswa pun belajar untuk berbagi pengalaman kepada
orang lain (menulis untuk orang lain).
Tentu saja konsep menulis untuk orang lain di sini sangat
sederhana. Siswa tidak akan dibelenggu
oleh serentetan teori menulis yang akan mematikan imajinasi deskriptif mereka
karena karangan yang dituntut adalah argumentatif, eksposisi, atau narasi. Siswa pun tidak dibelenggu oleh kebakuan atau
ejaan kata dan kalimat.
Menulis
surat juga berarti mengaktifkan kecerdasan siswa dalam berempati kepada orang
lain. Siswa dituntut untuk menggunakan kata-kata yang santun dan sopan karena
surat akan dikirimkan kepada orang lain. Selain itu, menulis surat juga
merupakan salah satu terapi menulis efektif agar suatu hari kelak siswa telah
terbiasa berhadapan dengan kertas kosong dan pena untuk menuliskan hal-hal yang
lebih rumit.
Menulis sebagai Media Pengembangan Imajinasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cetakan ke-3,
kata imajinasi bermakna daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau
menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan
kenyataan atau pengalaman seseorang.
Masih menurut sumber yang sama, imajinasi juga bermakna “khayalan”. Mengembangkan imajinasi berarti memproses
daya pikir (angan-angan) dan khayalan menjadi nyata dan berkembang seperti
benar-benar berada di depan mata.
Dalam buku “Menulis dengan Emosi”, Carmel Bird pernah
mengutarakan kiat agar tulisan kaya imajinasi.
Berikut petikan tulisannya yang merupakan balasan surat untuk Virginia,
“Dunia imajinasi dibangun dari hal-hal yang kita temukan dalam dunia keseharian. Robin Klein mengatakan bahwa setiap hari dia
mendaftar setidaknya lima hal yang dia lihat, dengar atau alami pada hari
itu. Dari bahan mentah hal-hal dalam
hidupnyalah, dia memulai membangun karya-karya imajinasi” (2001:96).
Menjaring
imajinasi melalui pikiran, mengikatnya, kemudian menuliskannya kembali dalam
untaian kalimat adalah sebuah pekerjaan yang membutuhkan kreativitas. Dalam KBBI kata kreativitas dimaknai sebagai
kemampuan seseorang untuk menciptakan daya cipta. Daya cipta di sini dapat diartikan sebagai
gagasan atau ide. Orang yang kreatif
artinya orang yang selalu memiliki ide atau gagasan baru yang menggugah. Berbicara tentang kreativitas dalam menulis
dan imajinasi yang berkualitas, maka akan merujuk pada sosok spesial yang
memiliki semua aspek tadi, yaitu anak-anak.
Menurut
Joni Lis Efendi dalam “Dirimu Harta Karun yang Tak Ternilai” dijelaskan bahwa
anak-anak adalah sosok yang memiliki segudang kreativitas dan imajinasi. Jika
diperhatikan, anak-anak cenderung cepat bosan dengan mainan yang mereka
miliki. Artinya dalam waktu yang relatif
singkat, seorang anak telah mampu mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya
tentang mainan tersebut (2004:46).
Berkaitan
dengan tulisan anak-anak, Deporter dan Hernacki, penulis buku “Quantum
Learning” memuji kemahiran menulis anak-anak.
‘ ...anak-anak adalah penulis alamiah yang masih polos yang selalu
mempunyai sesuatu untuk dikatakan. Apa
yang mereka tulis kerap sekali begitu segar dan mendalam. Tulisan mereka dapat
membuat orang-orang di sekitar mereka melihat segala sesuatu dengan cara yang
tidak pernah menyerah dan pernah menganggap gagasan mereka bodoh, kurang pas,
atau tidak layak. Selalu ada perjuangan
bagi anak kecil yang lugu itu’ (Efendi,2004:47-48).
Menulis
surat (korespondensi) adalah salah satu media terapi imajinasi dan kreativitas
anak. Imajinasi anak akan berkembang
ketika dia membayangkan sosok sahabat pena yang berada jauh di pelosok
nusantara. Mereka pun bisa berkreasi dengan kreativitas tidak terhingga mereka
bagaimana caranya agar sahabat pena mau membalas surat atau bagaimana cara agar
dapat menambah sahabat pena yang baru.
The first place to play in Arizona casino: no deposit bonus - drmcd
BalasHapusHow to get started in AZ casinos? The Arizona casinos offer 사천 출장샵 slots, 의정부 출장마사지 live table games 삼척 출장마사지 and a wide 김포 출장마사지 variety of casino games. 아산 출장안마 They also provide