Selasa, 19 Agustus 2014

MENGENAL MULTIPLE INTELLIGENCES



1.  Sejarah Multiple Intelligences
Syahdan, di sebuah hutan yang lebat, terdapat sebuah sekolah yang  mengajari  para anak binatang di sana dengan berbagai keterampilan satwa.  Anak-anak binatang itu akan diajari bagaimana memanjat, berenang, terbang, berlari, dan menggali.  Setiap satwa harus mampu melakukan keterampilan tadi.  Oleh karena itu, sang induk berlomba mendaftarkan anak-anaknya bersekolah di sana.  Maka, si anak kelinci, anak kambing, anak elang, anak ikan, dan anak monyet pun bersekolah di sana. 
      Tersebutlah si anak kelinci yang terkenal piawai berlari.  Ketika ia mengikuti kelas  berenang, ia hampir tenggelam.  Begitu pula dengan si elang kecil yang jago terbang.  Ia begitu kesulitan ketika harus mengikuti kelas menggali.  Karena nilainya jelek, maka ia harus mengikuti les tambahan pelajaran menggali.
      Begitulah kisah sekolah satwa di tengah hutan.  Setiap binatang tidak mendapat kesempatan untuk berkembang sesuai kepiawaiannya masing-masing.  Kelinci, bebek, katak, elang, kambing, dan kawan-kawan, terpaksa mengikuti kurikulum pembelajaran di sekolah tersebut tanpa memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya (Armstrong,2002:5).           
Itulah sekelumit cerita yang diutarakan oleh Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul In Their Own Way: Discovering and Encouraging Your Child’s Multiple Intelligences pada tahun 1987 yang penulis sarikan kembali dari buku “Sekolah Para Juara” karangan Thomas Armstrong tahun 2002.  Kisah di atas mencoba mewacanakan bahwa setiap anak memiliki potensi tersendiri untuk berkembang.  Jika potensi itu diterjemahkan oleh Howard Gardner dengan kata ‘kecerdasan’, maka setiap anak memiliki kecerdasan yang beragam dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan itu.  Berdasarkan cerita tadi, muncullah paradigma baru dalam dunia pendidikan (sekolah) bahwa banyak tipe kecerdasan yang dimiliki setiap orang.
Munculnya pemikiran konstruktif tentang banyak tipe kecerdasan ini berawal dari protes Gardner terhadap sistem pembelajaran di kelas yang cencerung puritan, membosankan, dan kurang membangkitkan minat siswa.  Siswa dipaksa untuk memahami dan memiliki nilai tinggi untuk semua mata pelajaran.  Guru menganggap bahwa ada anak yang pintar dan ada anak yang bodoh di kelas.  Siswa yang tidak bisa mendapat nilai  tinggi untuk mata pelajaran berhitung disebut sebagai siswa bodoh.  Padahal siswa tersebut menonjol dalam pelajaran yang lainnya. 
Problematika pendidikan seperti ini disebut oleh Gardner dengan istilah dysteachia. Penyakit inilah yang menyebabkan potensi anak di sekolah formal tidak berkembang. Penyakit itu adalah Empat T : Teacher Talk, Text-book, Task Analysis, dan Tracking. “T” pertama,  Teacher Talk, bermakna bahwa guru terlalu banyak berceramah di depan kelas.   Guru jarang mengarahkan murid untuk pertanyaan bermakna yang akan mengekplorasi kecerdasan siswa.    Guru biasanya hanya membutukan jawaban yang singkat, tepat dan akurat dari siswa.  “T” kedua, Text-book, guru sangat terpaku pada buku ajar yang belum tentu berkualitas dan tepat untuk pembelajaran di kelas.  Buku ajar bertebaran di jutaan sekolah Indonesia dan telah menjadi lahan bisnis yang potensial.  Buku ajar pada umumnya tidak mampu berkomunikasi dengan dunia nyata siswa.  Terlebih bagi anak Sekolah Dasar.  Belum ada buku ajar Sekolah Dasar yang mampu menyentuh sisi emosional anak-anak.  “T” ketiga, Task Analysis, artinya pendekatan pembelajaran perbagian.  Siswa tidak disuguhi materi pelajaran secara utuh.  Siswa akan menemukan materi yang utuh jika telah mempelajari beberapa bab yang terpisah. Dalam task-analysis guru pun sangat senang memberikan lembar latihan soal pada siswa.  Seolah keberhasilan proses pembelajaran hanya dapat diukur berdasarkan lembaran kertas soal di akhir pembelajaran itu.  “T” terakhir adalah Tracking atau dalam istilah bahasa Indonesia  “terlalu mengandalkan pengelompokan anak berdasarkan prestasi atau kemampuan.  Berdasarkan penyakit “T” keempat ini, siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya.  Misalnya, Rini yang pandai membaca dikelompokkan ke dalam “Kelompok Pembaca Rajawali Emas”, sedangkan Tono karena kurang mampu membaca dengan baik, maka dikelompokkan ke dalam tim pembaca “Elang Kecil” (Armstrong,2003:59-62).

2.  Dasar Pemikiran Multiple Intelligences
Teori Multiple Intelligences  ini dikembangkan berdasarkan beberapa dasar pemikiran Gardner  berikut :
1. Potensi yang Terisolasi Akibat Kerusakan Otak
      Ketika bekerja di Administrasi Veteran Boston, Gardner sering bertemu dengan orang-orang yang memiliki penyakit kelainan otak tertentu akibat kecelakaan.  Cedera otak ini memang merusak sistem syaraf tertentu tapi tidak mempengaruhi kecerdasan yang lain.  Misalnya, seseorang yang cedera pada bagian broca (lobus kiri depan) mengalami gangguan serius untuk kecerdasan linguistiknya.  Kesulitan berbicara, membaca, dan menulis.  Tetapi ia masih bisa menyanyi, mengerjakan soal matematika, berolahraga, berhubungan dengan orang lain, dll.  Oleh karena itu, menurut Gardner, ada delapan eksistensi sistem otak yang relatif otonom, ketika bagian yang lain rusak, ada bagian lain yang masih bisa optimal.

2. Adanya Savant, Genius, dan Orang-Orang Besar Lain
      Gardner melihat banyak orang yang memiliki potensi sangat menonjol atau superior pada kecerdasan-kecerdasan tertentu.  Orang seperti ini oleh Gardner di sebut savant.   Misalnya, orang yang sangat pandai dalam dunia hitung-menghitung atau yang berhubungan dengan ilmu pasti tapi lemah di bidang yang lain.
3. Riwayat Perkembangan Khusus dan Kinerja “Kondisi Akhir” Bertaraf Ahli yang Khas
      Maksud landasan di atas adalah opini Gardner tentang banyaknya orang yang menyadari dan mampu mengembangkan kecerdasan dirinya secara optimal pada batas waktu tertentu.  Misalnya, Mozart yang telah mampu menciptakan komposisi musik saat usia lima tahun; Blaise Pascal mampu menemukan teori matematika pada usia belasan tahun; banyak para novelis yang telah mengalami kemantapan dalam membuat novel pada usia puluhan tahun;dan sebagainya.
4. Sejarah Evolusioner
      Menurut Gardner,  perkembangan kecerdasan manusia telah mengakar jauh sebelum  evolusi manusia ada.  Sejarah kecerdasan musikal telah ada sejak instrumen musik purba, sejarah kecerdasan spasial bisa dilihat melalui gambar gua Lascaux atau pada serangga tertentu ketika menentukan arah mencari bunga.
      Untuk alasan ini, penulis sangat tidak menyetujui, karena keberadaan teori evolusi yang kini sudah dibantah kebenarannya.
5. Dukungan dari Teori Psikometrik
      Gardner sangat menyetujui tes-tes nonformal yang menguji kecerdasan majemuk seseorang.  Tes yang dimaksud salah satunya adalah tes skala kecerdasan Wechler untuk anak.  Tes ini mengukur kecerdasan linguistik (informasi, kosakata), matematis-logis (aritmatika), spasial ( menyusun gambar), dan kandungan yang lebih sedikit daripada tes kecerdasan yang lain yakni tes kecerdasan personal (skala kedewasaan masyarakat Vineland dan daftar penilaian coopersmith). 
6. Dukungan dari Penelitian Psikologi Eksperimental
      Gardner berkomentar,  jika mengamati penelitian psikologis secara spesifik, maka akan terlihat jelas bahwa  ada pengelasan kecerdasan yang sengaja ditonjolkan untuk setiap tipe kecerdasannya.  Misalnya  orang tertentu sangat piawai mengolah harmonisasi musik tapi lemah dalam mengomposisikan kata-kata. 
7. Cara Kerja atau Rangkaian Cara Kerja Dasar yang Teridentifikasi
      Menurut Gardner, untuk menggerakkan sebuah kecerdasan diperlukan ‘cara kerja dasar’ seperti halnya peranti lunak dalam komputer.  Misalnya dalam kecerdasan kinestetis-jasmani.  Cara kerja dasar untuk membuat sebuah gedung atau bangunan adalah gerakan fisik dan meniru gerak orang lain.
8.  Kemudahan Menyandikannya ke dalam Sistem Simbol
      Bagi Gardner, sistem penyimbolan merupakan bagian terpenting adalam sebuah kecerdasan, karena inilah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain.  Kata “kucing” merupakan  simbol untuk seekor bintang yang akan membangkitkan pengalaman tertentu bagi setiap individu.  Begitu pula dengan setiap kecerdasan, kecerdasan linguistik disimbolkan melalui bahasa setiap negara,  kecerdasan spasial melalui grafis, desain, dan lain-lain.

3.  Delapan Tipe Kecerdasan
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka  Gardner  mengemukakan delapan tipe kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang.  Delapan tipe kecerdasan itu adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.  Delapan kecerdasan itu antara lain:


1. Kecerdasan Linguistik
      Tipe kecerdasan ini dimiliki oleh orang yang berkemampuan menggunakan kata secara efektif, baik lisan (misalnya seorang pendongeng, orator, politisi) maupun tulisan (sastrawan, penulis naskah, editor, wartawan).  Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tatabahasa, struktur bahasa, fonologi, semantik, pragmatik bahasa.  Penggunaan kecerdasan ini pada keterampilan beretorika, hafalan kata, eksplanasi (menjelaskan), dan metabahasa (membahas bahasa itu sendiri).

2. Kecerdasan Matematis-Logis
      Kecerdasan tipe ini meliputi kemampuan orang menggunakan angka dengan baik (misalnya ahli matematika, akuntan pajak, ahli statistik) dan menggunakan nalar  dengan benar (misalnya ahli pemrograman komputer atau ahli logika).   Kecerdasan ini meliputi kepekaan berlogika, pernyataan dalil (jika-maka, sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi lain.  Proses yang menggunakan kecerdasan ini adalah kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, perhitungan, dan pengujian hipotesis.
3. Kecerdasan Spasial
      Kecerdasan ini merupakan kemampuan memersepsi duania spasial-visual secara akurat (pemburu, pramuka, pemandu)  dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut ( dekorator, arsitek, pelukis).  Kecerdasan ini meliputi kepekaan warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan antarunsur-unsur tersebut.  Kecerdasan ini pun meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat pada matriks spasial.
4. Kecerdasan Kinestetis-Jasmani
      Kecerdasan ini dimiliki oleh orang yang berkemampuan menggunakan seluruh anggota tubuhnya untuk mengekspresikan ide dan perasaan (aktor, pemain pantomim, atlet, penari) dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah).  Kecerdasan ini meliputi  kemampuan fisik yang spesifik seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan,  dan kecepatan maupun  kemampuan menerima rangsangan dan hal yang berkaitan dengan sentuhan.
5. Kecerdasan Musikal
      Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan seseorang untuk mengangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi (penikmat musik), membedakan (kritikus musik), menggubah (komposer), dan mengekspresikan (penyanyi).    Kecerdasan ini meliputi kepekaan irama, pola titinada atau melodi dan warna suara atau lagu.  Orang yang memiliki kecerdasan ini pun dapat memahami musik figural atau ‘atas-bawah’ (global-intuitif), pemahaman formal ‘bawah-atas’ (analisis-teknis) atau keduanya.
6. Kecerdasan Interpersonal
      Kemampuan yang dimiliki oleh orang bertipe kecerdasan ini adalah mampu memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain.  Kecerdasan ini meliputi kepekaan berekspresi wajah, suara, gerak-isyarat, membedakan berbagai macam tanda interpersonal, menanggapi tanda efektif dengan tindakan pragmatis tertentu.  Misalnya mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu.
7. Kecerdasan Intrapersonal
      Sebuah kecerdasan yang ditandai dengan kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.  Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri secara akurat (kekuatan dan keterbatasan diri), kesadaran akan suasana hati, motivasi, temperamen,  keinginan, kemampuan mendisiplinkan diri, memahami dan menghargai diri.
8.  Kemampuan Naturalis
      Seseorang yang cerdas naturalis adalah orang yang mampu mengenali dan mengategorisasikan spesies flora-fauna di lingkungan sekitar.  Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam (awan, gunung, laut.dll.) atau fenomena lingkungan sekitar tempat tinggal (banyaknya kendaraan bermotor, suasana pasar,dll.)
(Armstrong,2002:2-4)


4.   Prinsip Penting Multiple Intelligences
Beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan dalam teori kecerdasan majemuk ini adalah :
1.    Setiap orang memiliki delapan kecerdasan.  Teori ini bukan untuk menegaskan bahwa seseorang memiliki kecerdasan tertentu, tapi untuk menegaskan bahwa setiap orang memungkinkan memiliki delapan tipe kecerdasan.  Tentu saja, delapan tipe kecerdasan ini berfungsi berbarengan dengan cara yang berbeda-beda setiap orang.  Beberapa memiliki tingkatan yang sangat tinggi untuk beberapa kecerdasan.  Beberapa yang lainnya tidak terlalu menonjol pada kecerdasan yang lain.
2.    Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai.    Menurut Gardner, setiap orang memiliki kemampuan mengembangkan kecerdasannya sampai pada kinerja tingkat tinggi yang memadai  jika ia mendapatkan dukungan, pengayaan, dan pembelajaran.
3.    Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks.  Kecerdasan selalu berinteraksi satu sama lain.  Tidak ada kecerdasan yang mampu bekerja sendiri. Gardner mengecualikan untuk orang savant atau orang yang mengalami cedera otak. 
4.    Ada banyak cara agar menjadi cerdas dalam setiap kategori.  Artinya, tidak ada atribut standar agar seseorang bisa disebut cerdas pada wilayah tertentu.  Seseorang tidak pandai membaca cepat, tetapi ia mampu bercerita secara memukau di hadapan banyak orang untuk melengkapo kecerdasan linguistiknya.
     
5.  Centang Delapan Tipe Kecerdasan Majemuk
a. Centang Delapan Kecerdasan Majemuk Guru
 Menurut Armstrong (2002:23), untuk menerapkan multiple intelligences ke dalam sebuah model mengajar di kelas perlu mengukur terlebih dahulu kecerdasan majemuk guru itu sendiri.  Guru harus memahami teori multiple intelligences terlebih dahulu sebelum menerapkannya di kelas sebagai teknik ataupun metode pembelajaran. 
  Sebetulnya tidak ada perangkat tes yang akurat untuk mengukur kecerdasan majemuk seseorang.  Kecerdasan majemuk seseorang hanya dapat dinilai  secara tepat dengan memperhatikan apa yang dilakukan seseorang dalam dunia kesehariannya.  Ketika seseorang mengerjakan sebuah pekerjaan, tipe kecerdasan mana yang banyak berperan membangun pengalamannya.   Berikut ini, Gardner mencontohkan sebuah format kecerdasan majemuk untuk orang dewasa.  Namun, format ini bukanlah sebuah tes kecerdasan majemuk yang akan menilai kecerdasan atau kekurangcerdasan seseorang. Jumlah pernyataan dalam lembar kuesioner ini akan menghubungkan penjawab dengan pengalaman hidup, perasaan, dan gagasan yang pernah dialaminya.   
 
Contoh Lembar Centang Delapan Kecerdasan untuk Dewasa
Tandailah pernyataan berikut yang relevan untuk setiap kategori kecerdasan!

Kecerdasan Linguistik

(....)       Buku sangat berarti bagi saya.
(....)       Saya dapat mendengar suara-suara di benak saya sebelum membaca, berbicara atau menulis.
(....)       Saya dapat belajar lebih banyak dengan mendengarkan radio atau kaset yang banyak berisi kata daripada dengan menonton televisi atau film.
(....)       Saya menyukai permainan yang melibatkan kata seperti srcable, anagram atau sandi.
(....)       Saya senang menghibur diri sendiri atau orang lain dengan serangkaian kata atau kalimat yang sukar diucapkan.  Misalnya pantun, puisi, dll.
(....)       Kadangkala orang harus menghentikan dan meminta saya menjelaskan kembali makna kata yang saya gunakan dalam tulisan atau pembicaraan saya.
(....)       Bagi saya pelajaran bahasa, ilmu sosial, sejarah lebih mudah daripada pelajaran matematika dan ilmu alam.
(....)       Bagi saya belajar bahasa asing relatif lebih mudah (misalnya bahasa Inggris, Perancis, Jepang, Mandarin, dll.).
(....)       Saya sering merujuk pada hal-hal yang pernah saya dengar atau baca saat bercakap-cakap.
(....)       Baru-baru ini saya menulis karangan yang sangat membanggakan ataupun yang membuat saya mendapatkan pengakuan orang lain.

      Armstrong,2002:25
Setelah seorang guru mengetahui dan menyadari potensi kecerdasannya, maka guru harus memaksimalkan potensi SDM yang dimilikinya.  Memaksimalkan potensi SDM bukan berarti menjadikan diri sebagai satu-satunya pusat model mengajar di kelas.  Memaksimalkan SDM dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1.    Meminta bantuan teman atau ahli.  Jika guru kurang berpotensi untuk mengajarkan memainkan alat musik pada siswa, cobalah untuk mengajak teman atau ahli musik ke ruangan kelas. 
2.    Meminta bantuan siswa.  Guru dapat memaksimalkan peran siswa yang pandai menggambar untuk menjelaskan struktur organ tubuh hewan tertentu.
3.    Menggunakan teknologi yang ada. Guru dapat menggunakan perlengkapan teknologi yang dimiliki sekolah.  Misalnya OHP (Over Head Projector), CD (Compax Disk), DVD (Double Video Disk), komputer dan proyektornya.
Guru pun sebaiknya mengembangkan potensi kecerdasan yang dimilikinya.   Menurut Gardner, beberapa hal yang menyebabkan perkembangan   kecerdasan seseorang adalah :
1.    Faktor biologis, termasuk di dalamnya faktor keturunan atau genetis. 
2.    Sejarah hidup pribadi, yang termasuk faktor ini adalah pengalaman hidup orang tua, guru, teman sebaya, kawan sepermainan, baik yang meningkatkan kecerdasan maupun yang menghambat kecerdasan.
3.    Latar belakang kultural dan historis, jika guru dibesarkan dalam suasana lingkungan cerdas berbahasa, besar kemungkinan ia akan menonjol pada tipe kecerdasan ini.
4.    Faktor geografis, jika guru dibesarkan dalam lingkungan pertanian, besar kemungkinan akan mendalami ilmu yang berhubungan dengan dunia pertanian, atau cerdas natural.
5.    Faktor situasional, artinya situasi saat itulah yang akan mendukung perkembangan tipe kecerdasan seseorang.
b.  Centang Delapan Tipe Kecerdasan Majemuk Siswa
Centang kecerdasan majemuk pada bagian ini adalah untuk siswa usia Sekolah Dasar.  Sekali lagi, tidak ada bentuk tes yang komprehensif untuk mengukur kecerdasan majemuk seseorang, begitu pula dengan kecerdasan majemuk seorang anak.  Namun, sebuah kewajiban guru multiple intelligences-lah untuk mengenali kecerdasan-kecerdasan siswanya.
Thomas Armstrong dalam buku terjemahan bahasa Indonesianya yang berjudul “Sekolah Para Juara” berpendapat bahwa ada beberapa kiat efektif untuk mengetahui tipe kecerdasan anak didik kita.
1.    Mengamati kenakalan siswa di kelas.  Amati siapa saja yang sering “menyeletuk” ketika guru berbicara (cerdas linguistik; siapa yang tidak bisa duduk dengan tenang (cerdas fisik); siapa yang ketika guru mengajar ada siswa yang terus menggambar (cerdas spasial); siapa siswa yang duduk melamun ketika jam pelajaran (cerdas intrapersonal); siapa siswa yang terus ngobrol ketika guru menjelaskan (cerdas interpersonal); siapa siswa yang bersenandung selama jam pelajaran (cerdas musik); dll. 
2.    Mengamati  waktu luang siswa di sekolah.  Amati ketika jam istirahat atau jeda sebelum pelajaran dilanjutkan, apa yang dilakukan para siswa?  Permainan apa yang mereka pilih?  Penentuan jenis permainan juga menentukan bagian kecerdasan mereka yang menonjol.  Anak yang senang bermain berkelompok artinya memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi.  Anak yang bermain sendiri artinya ia cerdas intrapersonal.  Anak yang memilih permainan fisik artinya ia cerdas fisik.
3.    Sediakan buku catatan.  Bagi guru, jangan lupa untuk mencatat seluruh keunikan dan aktivitas siswa pada waktu-waktu tadi.  Jadikan catatan itu sebagai sumber pengembangan gaya  mengajar guru bagi siswa.
4.    Gunakan format kecerdasan majemuk.  Jika hasil yang dicapai ingin lebih maksimal, guru dapat mencoba mengisi centang kecerdasan majemuk yang berisi beberapa pernyataan yang sesuai dengan tingkah polah siswa.

Contoh Format Centang  Kecerdasan Majemuk Siswa
Nama Siswa                        : ________________________________
Berilah tanda (ü) pada pernyataan yang cocok!

Kecerdasan Linguistik

(....)            menulis dengan lebih baik dibandingkan teman-teman sebaya.
(....)            bercerita panjang lebar atau menyampaikan lelucon dan kisah-kisah.
(....)            dapat mengingat nama, tempat, atau hal-hal sepele.
(....)            suka game permainan kata.
(....)            suka membaca buku.
(....)            mengeja kata dengan tepat ( untuk kata-kata yang sulit).
(....)            menyukai pantun, puisi, serangkaian kata yang sukar diucapkan.
(....)             suka mendengarkan pernyataan-pernyataan lisan (cerita, ulasan radio,buku bersuara, dll.)
(....)             memiliki kosakata yang baik untuk anak seusianya.
(....)             berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang sangat verbal.
Kecerdasan Linguistik lain   :__________________________________

Armstrong, 2002: 46



0 komentar:

Posting Komentar

Lets Go