1.
Sejarah Multiple Intelligences
Syahdan, di sebuah hutan
yang lebat, terdapat sebuah sekolah yang
mengajari para anak binatang di
sana dengan berbagai keterampilan satwa.
Anak-anak binatang itu akan diajari bagaimana memanjat, berenang,
terbang, berlari, dan menggali. Setiap
satwa harus mampu melakukan keterampilan tadi.
Oleh karena itu, sang induk berlomba mendaftarkan anak-anaknya
bersekolah di sana. Maka, si anak
kelinci, anak kambing, anak elang, anak ikan, dan anak monyet pun bersekolah di
sana.
Tersebutlah si anak kelinci yang terkenal
piawai berlari. Ketika ia mengikuti
kelas berenang, ia hampir
tenggelam. Begitu pula dengan si elang
kecil yang jago terbang. Ia begitu
kesulitan ketika harus mengikuti kelas menggali. Karena nilainya jelek, maka ia harus
mengikuti les tambahan pelajaran menggali.
Begitulah kisah sekolah satwa di tengah
hutan. Setiap binatang tidak mendapat
kesempatan untuk berkembang sesuai kepiawaiannya masing-masing. Kelinci, bebek, katak, elang, kambing, dan
kawan-kawan, terpaksa mengikuti kurikulum pembelajaran di sekolah tersebut
tanpa memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya (Armstrong,2002:5).
Itulah sekelumit cerita yang diutarakan oleh Howard
Gardner dalam bukunya yang berjudul In Their Own Way: Discovering
and Encouraging Your Child’s Multiple Intelligences pada tahun 1987 yang
penulis sarikan kembali dari buku “Sekolah Para Juara” karangan Thomas
Armstrong tahun 2002. Kisah di atas
mencoba mewacanakan bahwa setiap anak memiliki potensi tersendiri untuk
berkembang. Jika potensi itu
diterjemahkan oleh Howard Gardner dengan kata ‘kecerdasan’, maka setiap anak
memiliki kecerdasan yang beragam dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan
kecerdasan itu. Berdasarkan cerita tadi,
muncullah paradigma baru dalam dunia pendidikan (sekolah) bahwa banyak tipe
kecerdasan yang dimiliki setiap orang.
Munculnya pemikiran konstruktif
tentang banyak tipe kecerdasan ini berawal dari protes Gardner terhadap sistem
pembelajaran di kelas yang cencerung puritan, membosankan, dan kurang
membangkitkan minat siswa. Siswa dipaksa
untuk memahami dan memiliki nilai tinggi untuk semua mata pelajaran. Guru menganggap bahwa ada anak yang pintar
dan ada anak yang bodoh di kelas. Siswa
yang tidak bisa mendapat nilai tinggi
untuk mata pelajaran berhitung disebut sebagai siswa bodoh. Padahal siswa tersebut menonjol dalam pelajaran
yang lainnya.
Problematika pendidikan seperti ini disebut oleh Gardner
dengan istilah dysteachia. Penyakit inilah yang menyebabkan potensi anak
di sekolah formal tidak berkembang. Penyakit itu adalah Empat T : Teacher
Talk, Text-book, Task Analysis, dan Tracking. “T” pertama, Teacher Talk, bermakna bahwa guru terlalu
banyak berceramah di depan kelas. Guru jarang mengarahkan murid untuk
pertanyaan bermakna yang akan mengekplorasi kecerdasan siswa. Guru biasanya hanya membutukan jawaban yang
singkat, tepat dan akurat dari siswa.
“T” kedua, Text-book, guru sangat terpaku pada buku ajar yang
belum tentu berkualitas dan tepat untuk pembelajaran di kelas. Buku ajar bertebaran di jutaan sekolah
Indonesia dan telah menjadi lahan bisnis yang potensial. Buku ajar pada umumnya tidak mampu
berkomunikasi dengan dunia nyata siswa.
Terlebih bagi anak Sekolah Dasar.
Belum ada buku ajar Sekolah Dasar yang mampu menyentuh sisi emosional
anak-anak. “T” ketiga, Task Analysis,
artinya pendekatan pembelajaran perbagian.
Siswa tidak disuguhi materi pelajaran secara utuh. Siswa akan menemukan materi yang utuh jika
telah mempelajari beberapa bab yang terpisah. Dalam task-analysis guru
pun sangat senang memberikan lembar latihan soal pada siswa. Seolah keberhasilan proses pembelajaran hanya
dapat diukur berdasarkan lembaran kertas soal di akhir pembelajaran itu. “T” terakhir adalah Tracking atau
dalam istilah bahasa Indonesia “terlalu
mengandalkan pengelompokan anak berdasarkan prestasi atau kemampuan. Berdasarkan penyakit “T” keempat ini, siswa
dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya.
Misalnya, Rini yang pandai membaca dikelompokkan ke dalam “Kelompok
Pembaca Rajawali Emas”, sedangkan Tono karena kurang mampu membaca dengan baik,
maka dikelompokkan ke dalam tim pembaca “Elang Kecil” (Armstrong,2003:59-62).
2. Dasar Pemikiran Multiple Intelligences
Teori Multiple Intelligences ini dikembangkan berdasarkan beberapa dasar
pemikiran Gardner berikut :
1.
Potensi yang Terisolasi Akibat Kerusakan Otak
Ketika bekerja di Administrasi Veteran
Boston, Gardner sering bertemu dengan orang-orang yang memiliki penyakit
kelainan otak tertentu akibat kecelakaan.
Cedera otak ini memang merusak sistem syaraf tertentu tapi tidak mempengaruhi
kecerdasan yang lain. Misalnya,
seseorang yang cedera pada bagian broca (lobus kiri depan) mengalami gangguan
serius untuk kecerdasan linguistiknya.
Kesulitan berbicara, membaca, dan menulis. Tetapi ia masih bisa menyanyi, mengerjakan
soal matematika, berolahraga, berhubungan dengan orang lain, dll. Oleh karena itu, menurut Gardner, ada delapan
eksistensi sistem otak yang relatif otonom, ketika bagian yang lain rusak, ada
bagian lain yang masih bisa optimal.
2.
Adanya Savant, Genius, dan Orang-Orang Besar Lain
Gardner melihat banyak orang yang memiliki
potensi sangat menonjol atau superior pada kecerdasan-kecerdasan tertentu. Orang seperti ini oleh Gardner di sebut savant. Misalnya, orang yang sangat pandai dalam
dunia hitung-menghitung atau yang berhubungan dengan ilmu pasti tapi lemah di
bidang yang lain.
3. Riwayat Perkembangan Khusus dan
Kinerja “Kondisi Akhir” Bertaraf Ahli yang Khas
Maksud landasan di atas adalah opini
Gardner tentang banyaknya orang yang menyadari dan mampu mengembangkan
kecerdasan dirinya secara optimal pada batas waktu tertentu. Misalnya, Mozart yang telah mampu menciptakan
komposisi musik saat usia lima tahun; Blaise Pascal mampu menemukan teori
matematika pada usia belasan tahun; banyak para novelis yang telah mengalami
kemantapan dalam membuat novel pada usia puluhan tahun;dan sebagainya.
4.
Sejarah Evolusioner
Menurut Gardner, perkembangan kecerdasan manusia telah
mengakar jauh sebelum evolusi manusia
ada. Sejarah kecerdasan musikal telah
ada sejak instrumen musik purba, sejarah kecerdasan spasial bisa dilihat
melalui gambar gua Lascaux atau pada serangga tertentu ketika menentukan arah
mencari bunga.
Untuk alasan ini, penulis sangat tidak
menyetujui, karena keberadaan teori evolusi yang kini sudah dibantah
kebenarannya.
5. Dukungan dari Teori Psikometrik
Gardner sangat menyetujui tes-tes
nonformal yang menguji kecerdasan majemuk seseorang. Tes yang dimaksud salah satunya adalah tes
skala kecerdasan Wechler untuk anak. Tes
ini mengukur kecerdasan linguistik (informasi, kosakata), matematis-logis
(aritmatika), spasial ( menyusun gambar), dan kandungan yang lebih sedikit
daripada tes kecerdasan yang lain yakni tes kecerdasan personal (skala
kedewasaan masyarakat Vineland dan daftar penilaian coopersmith).
6. Dukungan dari Penelitian Psikologi Eksperimental
Gardner berkomentar, jika mengamati penelitian psikologis secara
spesifik, maka akan terlihat jelas bahwa
ada pengelasan kecerdasan yang sengaja ditonjolkan untuk setiap tipe kecerdasannya. Misalnya
orang tertentu sangat piawai mengolah harmonisasi musik tapi lemah dalam
mengomposisikan kata-kata.
7. Cara Kerja atau Rangkaian Cara Kerja Dasar yang
Teridentifikasi
Menurut Gardner, untuk menggerakkan sebuah
kecerdasan diperlukan ‘cara kerja dasar’ seperti halnya peranti lunak dalam
komputer. Misalnya dalam kecerdasan
kinestetis-jasmani. Cara kerja dasar
untuk membuat sebuah gedung atau bangunan adalah gerakan fisik dan meniru gerak
orang lain.
8. Kemudahan
Menyandikannya ke dalam Sistem Simbol
Bagi Gardner, sistem penyimbolan merupakan
bagian terpenting adalam sebuah kecerdasan, karena inilah yang membedakan
manusia dengan makhluk yang lain. Kata
“kucing” merupakan simbol untuk seekor
bintang yang akan membangkitkan pengalaman tertentu bagi setiap individu. Begitu pula dengan setiap kecerdasan,
kecerdasan linguistik disimbolkan melalui bahasa setiap negara, kecerdasan spasial melalui grafis, desain,
dan lain-lain.
3. Delapan Tipe Kecerdasan
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka Gardner
mengemukakan delapan tipe kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
orang. Delapan tipe kecerdasan itu
adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial,
kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Delapan kecerdasan itu antara lain:
1.
Kecerdasan Linguistik
Tipe kecerdasan ini dimiliki oleh orang
yang berkemampuan menggunakan kata secara efektif, baik lisan (misalnya seorang
pendongeng, orator, politisi) maupun tulisan (sastrawan, penulis naskah,
editor, wartawan). Kecerdasan ini
meliputi kemampuan memanipulasi tatabahasa, struktur bahasa, fonologi,
semantik, pragmatik bahasa. Penggunaan
kecerdasan ini pada keterampilan beretorika, hafalan kata, eksplanasi
(menjelaskan), dan metabahasa (membahas bahasa itu sendiri).
2.
Kecerdasan Matematis-Logis
Kecerdasan tipe ini meliputi kemampuan
orang menggunakan angka dengan baik (misalnya ahli matematika, akuntan pajak,
ahli statistik) dan menggunakan nalar
dengan benar (misalnya ahli pemrograman komputer atau ahli logika). Kecerdasan ini meliputi kepekaan berlogika,
pernyataan dalil (jika-maka, sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi
lain. Proses yang menggunakan kecerdasan
ini adalah kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi,
perhitungan, dan pengujian hipotesis.
3.
Kecerdasan Spasial
Kecerdasan ini merupakan kemampuan
memersepsi duania spasial-visual secara akurat (pemburu, pramuka, pemandu) dan mentransformasikan persepsi dunia
spasial-visual tersebut ( dekorator, arsitek, pelukis). Kecerdasan ini meliputi kepekaan warna,
garis, bentuk, ruang, dan hubungan antarunsur-unsur tersebut. Kecerdasan ini pun meliputi kemampuan
membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan
mengorientasikan diri secara tepat pada matriks spasial.
4.
Kecerdasan Kinestetis-Jasmani
Kecerdasan
ini dimiliki oleh orang yang berkemampuan menggunakan seluruh anggota tubuhnya
untuk mengekspresikan ide dan perasaan (aktor, pemain pantomim, atlet, penari)
dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu
(perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik seperti
koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan dan hal yang
berkaitan dengan sentuhan.
5.
Kecerdasan Musikal
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan
seseorang untuk mengangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi
(penikmat musik), membedakan (kritikus musik), menggubah (komposer), dan
mengekspresikan (penyanyi). Kecerdasan
ini meliputi kepekaan irama, pola titinada atau melodi dan warna suara atau
lagu. Orang yang memiliki kecerdasan ini
pun dapat memahami musik figural atau ‘atas-bawah’ (global-intuitif), pemahaman
formal ‘bawah-atas’ (analisis-teknis) atau keduanya.
6.
Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan yang dimiliki oleh orang bertipe
kecerdasan ini adalah mampu memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud,
motivasi, serta perasaan orang lain.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan berekspresi wajah, suara,
gerak-isyarat, membedakan berbagai macam tanda interpersonal, menanggapi tanda
efektif dengan tindakan pragmatis tertentu.
Misalnya mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan
tertentu.
7.
Kecerdasan Intrapersonal
Sebuah kecerdasan yang ditandai dengan
kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman
tersebut. Kecerdasan ini meliputi
kemampuan memahami diri secara akurat (kekuatan dan keterbatasan diri),
kesadaran akan suasana hati, motivasi, temperamen, keinginan, kemampuan mendisiplinkan diri,
memahami dan menghargai diri.
8. Kemampuan Naturalis
Seseorang yang cerdas naturalis adalah
orang yang mampu mengenali dan mengategorisasikan spesies flora-fauna di
lingkungan sekitar. Kecerdasan ini
meliputi kepekaan pada fenomena alam (awan, gunung, laut.dll.) atau fenomena
lingkungan sekitar tempat tinggal (banyaknya kendaraan bermotor, suasana
pasar,dll.)
(Armstrong,2002:2-4)
4. Prinsip Penting Multiple Intelligences
Beberapa prinsip penting yang harus
diperhatikan dalam teori kecerdasan majemuk ini adalah :
1.
Setiap orang memiliki delapan kecerdasan. Teori ini bukan untuk menegaskan bahwa
seseorang memiliki kecerdasan tertentu, tapi untuk menegaskan bahwa setiap
orang memungkinkan memiliki delapan tipe kecerdasan. Tentu saja, delapan tipe kecerdasan ini
berfungsi berbarengan dengan cara yang berbeda-beda setiap orang. Beberapa memiliki tingkatan yang sangat
tinggi untuk beberapa kecerdasan.
Beberapa yang lainnya tidak terlalu menonjol pada kecerdasan yang lain.
2.
Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan
sampai pada tingkat penguasaan yang memadai. Menurut Gardner, setiap orang memiliki
kemampuan mengembangkan kecerdasannya sampai pada kinerja tingkat tinggi yang
memadai jika ia mendapatkan dukungan,
pengayaan, dan pembelajaran.
3.
Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan
cara yang kompleks. Kecerdasan selalu
berinteraksi satu sama lain. Tidak ada
kecerdasan yang mampu bekerja sendiri. Gardner mengecualikan untuk orang savant
atau orang yang mengalami cedera otak.
4.
Ada banyak cara agar menjadi cerdas dalam setiap
kategori. Artinya, tidak ada atribut standar
agar seseorang bisa disebut cerdas pada wilayah tertentu. Seseorang tidak pandai membaca cepat, tetapi
ia mampu bercerita secara memukau di hadapan banyak orang untuk melengkapo
kecerdasan linguistiknya.
5. Centang Delapan Tipe Kecerdasan Majemuk
a. Centang Delapan Kecerdasan Majemuk Guru
Menurut Armstrong (2002:23), untuk menerapkan multiple
intelligences ke dalam sebuah model mengajar di kelas perlu mengukur
terlebih dahulu kecerdasan majemuk guru itu sendiri. Guru harus memahami teori multiple
intelligences terlebih dahulu sebelum menerapkannya di kelas sebagai teknik
ataupun metode pembelajaran.
Sebetulnya tidak ada perangkat tes yang akurat untuk mengukur
kecerdasan majemuk seseorang. Kecerdasan
majemuk seseorang hanya dapat dinilai
secara tepat dengan memperhatikan apa yang dilakukan seseorang dalam
dunia kesehariannya. Ketika seseorang
mengerjakan sebuah pekerjaan, tipe kecerdasan mana yang banyak berperan
membangun pengalamannya. Berikut ini,
Gardner mencontohkan sebuah format kecerdasan majemuk untuk orang dewasa. Namun, format ini bukanlah sebuah tes
kecerdasan majemuk yang akan menilai kecerdasan atau kekurangcerdasan
seseorang. Jumlah pernyataan dalam lembar kuesioner ini akan menghubungkan
penjawab dengan pengalaman hidup, perasaan, dan gagasan yang pernah dialaminya.

Tandailah pernyataan berikut yang
relevan untuk setiap kategori kecerdasan!
Kecerdasan Linguistik
(....) Buku sangat berarti bagi saya.
(....) Saya dapat mendengar suara-suara di benak saya sebelum
membaca, berbicara atau menulis.
(....) Saya dapat belajar lebih banyak dengan
mendengarkan radio atau kaset yang banyak berisi kata daripada dengan menonton
televisi atau film.
(....) Saya menyukai permainan yang melibatkan
kata seperti srcable, anagram atau sandi.
(....) Saya senang menghibur diri sendiri atau
orang lain dengan serangkaian kata atau kalimat yang sukar diucapkan. Misalnya pantun, puisi, dll.
(....) Kadangkala orang harus menghentikan dan
meminta saya menjelaskan kembali makna kata yang saya gunakan dalam tulisan
atau pembicaraan saya.
(....) Bagi saya pelajaran bahasa, ilmu sosial,
sejarah lebih mudah daripada pelajaran matematika dan ilmu alam.
(....) Bagi saya belajar bahasa asing relatif
lebih mudah (misalnya bahasa Inggris, Perancis, Jepang, Mandarin, dll.).
(....) Saya sering merujuk pada hal-hal yang
pernah saya dengar atau baca saat bercakap-cakap.
(....) Baru-baru ini saya menulis karangan yang
sangat membanggakan ataupun yang membuat saya mendapatkan pengakuan orang lain.
Armstrong,2002:25
Setelah seorang guru mengetahui dan menyadari potensi
kecerdasannya, maka guru harus memaksimalkan potensi SDM yang dimilikinya. Memaksimalkan potensi SDM bukan berarti
menjadikan diri sebagai satu-satunya pusat model mengajar di kelas. Memaksimalkan SDM dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
1.
Meminta bantuan teman atau ahli. Jika guru kurang berpotensi untuk mengajarkan
memainkan alat musik pada siswa, cobalah untuk mengajak teman atau ahli musik
ke ruangan kelas.
2.
Meminta bantuan siswa.
Guru dapat memaksimalkan peran siswa yang pandai menggambar untuk
menjelaskan struktur organ tubuh hewan tertentu.
3.
Menggunakan teknologi yang ada. Guru dapat menggunakan
perlengkapan teknologi yang dimiliki sekolah.
Misalnya OHP (Over Head Projector), CD (Compax Disk), DVD
(Double Video Disk), komputer dan proyektornya.
Guru pun sebaiknya mengembangkan potensi kecerdasan yang
dimilikinya. Menurut Gardner, beberapa
hal yang menyebabkan perkembangan
kecerdasan seseorang adalah :
1.
Faktor biologis, termasuk di dalamnya faktor keturunan
atau genetis.
2.
Sejarah hidup pribadi, yang termasuk faktor ini adalah
pengalaman hidup orang tua, guru, teman sebaya, kawan sepermainan, baik yang
meningkatkan kecerdasan maupun yang menghambat kecerdasan.
3.
Latar belakang kultural dan historis, jika guru
dibesarkan dalam suasana lingkungan cerdas berbahasa, besar kemungkinan ia akan
menonjol pada tipe kecerdasan ini.
4.
Faktor geografis, jika guru dibesarkan dalam lingkungan
pertanian, besar kemungkinan akan mendalami ilmu yang berhubungan dengan dunia
pertanian, atau cerdas natural.
5.
Faktor situasional, artinya situasi saat itulah yang akan
mendukung perkembangan tipe kecerdasan seseorang.
b. Centang Delapan
Tipe Kecerdasan Majemuk Siswa
Centang kecerdasan majemuk pada bagian ini adalah untuk
siswa usia Sekolah Dasar. Sekali lagi,
tidak ada bentuk tes yang komprehensif untuk mengukur kecerdasan majemuk
seseorang, begitu pula dengan kecerdasan majemuk seorang anak. Namun, sebuah kewajiban guru multiple
intelligences-lah untuk mengenali kecerdasan-kecerdasan siswanya.
Thomas Armstrong dalam buku terjemahan bahasa
Indonesianya yang berjudul “Sekolah Para Juara” berpendapat bahwa ada beberapa
kiat efektif untuk mengetahui tipe kecerdasan anak didik kita.
1.
Mengamati kenakalan siswa di kelas. Amati siapa saja yang sering “menyeletuk”
ketika guru berbicara (cerdas linguistik; siapa yang tidak bisa duduk dengan
tenang (cerdas fisik); siapa yang ketika guru mengajar ada siswa yang terus
menggambar (cerdas spasial); siapa siswa yang duduk melamun ketika jam
pelajaran (cerdas intrapersonal); siapa siswa yang terus ngobrol ketika guru
menjelaskan (cerdas interpersonal); siapa siswa yang bersenandung selama jam
pelajaran (cerdas musik); dll.
2.
Mengamati waktu
luang siswa di sekolah. Amati ketika jam
istirahat atau jeda sebelum pelajaran dilanjutkan, apa yang dilakukan para
siswa? Permainan apa yang mereka
pilih? Penentuan jenis permainan juga
menentukan bagian kecerdasan mereka yang menonjol. Anak yang senang bermain berkelompok artinya
memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi.
Anak yang bermain sendiri artinya ia cerdas intrapersonal. Anak yang memilih permainan fisik artinya ia
cerdas fisik.
3.
Sediakan buku catatan.
Bagi guru, jangan lupa untuk mencatat seluruh keunikan dan aktivitas siswa
pada waktu-waktu tadi. Jadikan catatan
itu sebagai sumber pengembangan gaya
mengajar guru bagi siswa.
4.
Gunakan format kecerdasan majemuk. Jika hasil yang dicapai ingin lebih maksimal,
guru dapat mencoba mengisi centang kecerdasan majemuk yang berisi beberapa
pernyataan yang sesuai dengan tingkah polah siswa.

Nama Siswa :
________________________________
Berilah tanda (ü) pada pernyataan yang cocok!
Kecerdasan Linguistik
(....) menulis
dengan lebih baik dibandingkan teman-teman sebaya.
(....) bercerita
panjang lebar atau menyampaikan lelucon dan kisah-kisah.
(....) dapat
mengingat nama, tempat, atau hal-hal sepele.
(....) suka
game permainan kata.
(....) suka
membaca buku.
(....) mengeja
kata dengan tepat ( untuk kata-kata yang sulit).
(....) menyukai
pantun, puisi, serangkaian kata yang sukar diucapkan.
(....) suka
mendengarkan pernyataan-pernyataan lisan (cerita, ulasan radio,buku bersuara, dll.)
(....) memiliki
kosakata yang baik untuk anak seusianya.
(....) berkomunikasi
dengan orang lain dengan cara yang sangat verbal.
Kecerdasan Linguistik lain :__________________________________
0 komentar:
Posting Komentar